Kamis, 11 Agustus 2016

O P E R A S I

Dari Jakarta, aku dan suami berangkat menuju Semarang. Senin tanggal 29 Februari 2016 aku konsul dengan dr. Subianto, S.Pb. Onk di RS. Telogorejo Semarang. Beliau salah satu dokter onkologi senior di Jawa Tengah dan juga sebagai pengajar di Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang. Bahkan dr. Deni Joko, S.Pb. Onk di Dharmais ternyata salah satu murid beliau.

Aku ceritakan tentang benjolan di payudara, vonis dari dokter onkologi di Pekanbaru, hasil konsul di Dharmais dan alasan kenapa bisa jauh-jauh sampai ke Semarang. Tanggapan dari beliau sangat luar biasa, “Bu, Njenengan masih muda banget, siap kan untuk operasi? Saya janji akan usahakan yang terbaik untuk kesembuhan njenengan, Saya ini Cuma orang yang diberi nikmat oleh Allah ilmu & tenaga, tetapi yang menentukan segalanya tetap Allah ya Bu. InsyaAllah kalau njenengan siap, hari rabu tanggal 2 Maret 2016 kita lakukan operasi’. Aku ngga bisa menahan tangis saat itu. Aku pegang tangan suami, minta kekuatan. Suamiku meyakinkan aku untuk siap.

Dr. Subianto yang duduk didepan kami langsung pegang pundak suamiku sambil ngomong gini: “Pak, sampeyan cinta toh sama istri?” “Saya sangat cinta sama istri Saya dok” jawab suamiku mantap. “Bapak tau apa perasaan seorang perempuan saat akan kehilangan payudaranya? Itu sama saja rasanya seperti kehilangan suami Pak”. Aku makin nangis sesegukan. “Ini demi kesehatan Ibu, demi anak-anak yang menunggu ayah bundanya pulang. Cinta njenengan sama istri dari hati toh? Ngga akan berkurang karena payudaranya diangkat toh Pak?” luar biasa kata-kata dari dr. Subianto. Untuk pasien kanker, kesembuhan itu ngga hanya didapat dari tindakan & obat-obatan, tapi senyum dan support dari dokter yang merawat adalah suplemen yang menguatkan dan membesarkan hati. Rasanya aku makin siap untuk operasi.

Selasa tanggal 1 Maret aku mulai rawat inap. RS Telogorejo tergolong RS Swasta terbaik di Jawa Tengah, untuk nunggu kamar rawat inap kelas I, II dan III kosong minta ampun susahnya,, penuh terus.. Akhirnya kita dapat kamar VIP B, aku sih pengennya di rawat di kelas II aja, ya pertimbangan biaya juga sih karena kita operasi ngga pake bantuan BPJS alias bayar pribadi. Tapi suamiku ngga mikirin itu, yang dipikirkannya gimana caranya aku segera operasi dan sembuh. Uang mah bisa dicari lagi. Yang penting sehaatt..

Persiapan operasi dimulai, rontgen torax, EKG, tes darah lengkap, konsul dengan dokter penyakit dalam, konsul dengan dokter anastesi, puasa 6 jam sebelum operasi. Deh-degan banget rasanya, ini adalah operasi pertamaku. Selama ini aku dirawat di RS ya Cuma pas lahiran aja. Selama ini ngga pernah ngerasain sakit berat, paling Cuma demam, batuk, pilek, diare doang.
Jam 19.00 suster masuk ke kamar, “Bu Novia, sudah ada panggilan dari ruang OK, jam 20.00 operasinya dimulai, silakan Ibu ke kamar mandi dulu, sholat dan lakukan persiapan lain ya bu. Ini baju dan penutup kepalanya, kalau sudah siap, kita pasang infus ya Bu.” Jam 19.30 aku didorong ke ruang OK. Bismillah, semoga operasinya lancar.. Didepan pintu ruang OK, suamiku kembali menguatkan. “Bunda, Ayah sayang Bunda. Bunda harus kuat ya, harus sehat dan harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Apapun yang terjadi, Ayah ngga akan pernah ninggalin Bunda. I Love U”.




Masuk ke ruang OK no 10, disana udah ada beberapa suster, aku pindah dari bed ke meja operasi. Dokter anastesi sudah menunggu. “Malam Ibu, sebentar lagi kita lakukan anatesi ya, bisa sebutkan nama & tanggal lahirnya?” aku masih sadar dan menjawab dengan tepat. “Ibu asalnya dari mana?” aku jawab: “Saya dari Pekanbaru dok, Riau”. Setelah obrolan singkat itu, aku ngga sadar lagi dan operasi dimulai.

Suamiku duduk sendirian diruang tunggu. Kamu luar biasa sayang, dalam keadaan seperti ini ngga ada siapa pun yang menemani, ngga ada yang bisa diajak berbagi. 20 menit setelah aku masuk ruang operasi dokter keluar untuk menemui suamiku. Ini obrolan yang diceritain suamiku: “Pak, ini tumornya Ibu sudah diangkat. Sudah ditest sama dokter patologi, hasilnya ganas”. Suamiku istigfar, lututnya lemas. “trus bagaimana baiknya dok? Tolong selamatkan dan sembuhkan istri Saya” dr. Subianto menjawab: “tindakan terbaik harus mastektomi Pak, Saya akan mengangkat beberapa kelenjar getah bening terdekat untuk memastikan sel kanker tidak menjalar ke getah bening, semua jaringan payudara kanan Ibu akan diangkat untuk memastikan semua sel tumor diangkat bersih dari tubuh Ibu. Bagaimana, Bapak setuju?” Suami sempat berkaca-kaca matanya waktu ceritain ini. Mungkin sangat berat mengambil keputusan ini, pertimbangannya antara kesehatan dan dampak psikologis aku waktu sadar payudara kananku udah ngga ada. “Bismillah, lakukan yang terbaik dok, Saya mau istri Saya sembuh”. Dr. Subianto menepuk pundak suamiku sambil menguatkan. “InsyaAllah Pak, kita sama-sama ikhtiar”.

Ini foto tumor yang sempat diambil suami:


“Bu Novia, ayo bangun. Sudah selesai Bu, kita akan pindah ke kamar”. Suster menyadarkan aku, operasi sudah selesai. “Sus, ini jam berapa? Saya haus dan lapar..” “jam 00.10 Bu, nanti diruangan Ibu boleh makan, teh hangat dan makanan sudah disiapkan”.
Pandangan aku tujukan ke dada kanan. Ya Allah, payudara kanan ku sudah tidak ada. Sekarang aku Cuma punya 1 payudara. Tumor di payudara kananku ganas. Astagfirullah..
Diluar ruang OK suamiku sudah menunggu dan tersenyum, “Bunda sayang, alhamdulillah operasinya lancar, sekarang tinggal recovery, bunda harus semangat ya..” Aku masih nangis, campur aduk rasanya, sedih, merasa diri ngga sempurna, malu dihadapan suami, takut.. Tapi suamiku tetap senyum sambil megangin tanganku, “Ayah sayang bunda, sehat terus ya sayang”.

Aahhh suamiku, aku ngga berhenti bersyukur Allah mengirimkan kamu untuk jadi pendampingku. Dari 5 Tahun usia pernikahan, ini adalah ujian terberat kita, semoga kita tetap bisa melalui ujian-ujian lainnya bersama. I Love U..

Ini foto 8 jam pasca operasi, udah bisa senyum..:-)



Biar ngga bete, suami ngajakin jalan di roof garden. Lop Yu Pull Darl..




Ini hasil Lab. PA:




Tidak ada komentar:

Posting Komentar