Kamis, 11 Agustus 2016

Berkenalan (Lebih Dekat ) Dengan Kanker

Tanggal 22 Februari 2016 adalah salah satu tanggal bersejarah dalam hidupku, ya hari ini aku divonis menjadi “Pasien Kanker Payudara”. Sepulang dari Rumah Sakit, aku jemput Syifa dari sekolahnya, air mataku masih tidak bisa terbendung, tangisku pecah sejadi-jadinya, aku ngga bisa turun untuk menjemput Syifa di sekolahnya, Adekku Luthfi yang turun dan menjemput Syifa.

Syifa masuk mobil, lalu menyapaku “Bundaaa... Kakak udah pulang sekolah Bun”
Kuhapus air mata, aku ngga mau Syifa bertanya. Aku coba tersenyum sambil ngobrol tentang kegiatannya disekolah hari ini. “Bun, kita main dulu yuk, liat pesawat bun” anakku yang belum tau apa-apa minta ditemani main diarea bandara yang ada monumen pesawatnya. Aahhhh... baiklah, mungkin ini dapat sedikit menghiburku dan sejenak melupakan vonis dari dokter tadi.

Suamiku telfon, tapi aku ngga bisa jawab, aku ngga bisa bercerita di telfon tentang vonis dari dokter tadi, Luthfi yang jawab telfonnya. Eksposnya sudah selesai, dan kami akan bertemu dirumah.

Dirumah, suamiku menyambutku dengan senyum, tapi aku ngga bisa sembunyikan tangisku. Tangisku pecah dalam pelukannya. Suamiku berusaha menenangkan, aku mulai bercerita apa yang tadi disampaikan dokter. Walau wajahnya terlihat tenang, tapi aku tahu dia juga mengkhawatirkanku. Aku tahu, dalam pikirannya pun berkecamuk macam tanya, takut, khawatir, sedih..

“Besok istirahat aja dirumah bun, ngga usah masuk kerja dulu, main aja sama Haikal, besok pagi ayah ke kantor bunda untuk sampaikan surat izin. Hari selasa kita berangkat ke Jakarta, kita ke Dharmais untuk dapat second opinion dan penanganan lebih baik”. Suamiku benar-benar mengkhawatirkan keadaanku, aahh beruntungnya aku dapat suami sebaik dia.

24 Februari 2016, aku dan suami berangkat ke Jakarta. Anak-anak aku titipkan kepada orangtuaku. Sebelum berangkat ke bandara, aku sempatkan mengantar Syifa ke Sekolah, aku pamit akan berangkat ke Jakarta untuk berobat, anak umur 3,5 tahun belum ngerti Jakarta itu dimana, belum mengerti kalau bundanya divonis penyakit yang mematikan. Ya, dia tersenyum sambil jalan masuk ke halaman sekolahnya. Akunya yang ngga kuat pisah, terbayang macam-macam, terbayang aku ngga akan bisa ketemu lagi dengan anak-anakku, terbayang aku ngga akan bisa pulang kembali lagi ke Pekanbaru, terbayang anak-anakku yang masih balita akan kehilangan bundanya..

Aku dan suami sampai di Jakarta, kami menginap di Hotel yang ngga jauh dari Dharmais, tinggal jalan kaki 5 menit udah sampai di Dharmais.
Kamis tanggal 25 Februari aku datang ke Poli Cendana Dharmais, atas saran dari petugas pendaftaran, aku memilih untuk konsul dengan dr. Deni Joko, Sp.B Onk.
Disini mentalku menjadi kuat, banyak pasien kanker yang aku temui, mulai dari yang berumur 60 sampai anak-anak balita. Dari yang kuat, senyam-senyum sambil semangat menceritakan perjalanan kankernya, sampai yang kurus tinggal kulit pembalut tulang. 70% orang yang berada diruang tunggu poli perempuan dengan berbagai macam cerita kankernya. Ada yang kanker tiroid, getah bening, dan yang paling banyak ya kanker payudara. Ada yang survive selama 15 tahun, ada juga yang kankernya sudah metastase kemana-mana, tapi,,, mereka tetap semangat, tetap ceria.

Dr, Deni periksa keadaan payudaraku, aku bercerita bla bla bla mulai dari awal aku menemukan benjolan di payudara kananku. Penjelasan dari dr. Deni sangat menenangkan, penjelasan tentang proses operasi yang akan dijalani, kemungkinan terburuk, sampai tindakan terapi pasca operasi dijelaskan dengan tenang, Alhamdulillah,, stressku jadi berkurang. Kalo untuk pengobatan penyakit kelas berat seperti kanker, kita mesti cari dokter yang ramah, ngga bikin stress. Yang bikin stress itu Cuma efek samping obat penghenti asi yang diresepkan dr. Deni. Aahhh,,, badan ngga karuan rasanya, mual, muntah, pusing, hampir pingsan. Beruntung punya suami yang badannya gede, jadi waktu aku mau pingsan aku dipeluk dan dipapah ke hotel.

Waiting list operasi 2 bulan, emang pasien kanker yang berobat di Dharmais banyyaaakkk sekali, aku ngga sabar kalo harus menunggu 2 bulan, dalam waktu 6 bulan aja tumornya udh gede banget, gimana kalo ditambah 2 bulan. Apalagi udh dibiopsi, si tumornya bisa aja makin ngamuk.


Aku telfon mertua yang ada di Tegal, minta pertimbangan dan saran kalau ada RS dan dokter onkologi di Semarang yang recomended untuk operasi. Oia, mertua sendiri lagi siap-siap untuk berangkat umroh, jadi selama di Semarang nanti, ngga ada yang akan menemani kami. Aku pengen secepatnya operasi, pengen penyakitku segera diangkat, pengen cepat sembuh..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar