Senin, 05 September 2016

R A D I O T E R A P I

Terapi yang disarankan Dr. Subianto selanjutnya adalah Radioterapi, atau orang awam sering menyebutnya terapi sinar. Alat radioterapi ini tidak tersedia disemua Rumah Sakit. Hanya Rumah Sakit besar tipe A yang memiliki alatnya. Di Semarang hanya RSUP Dr. Kariadi dan RS Kensaras yang memiliki alatnya. Kebetulan alat radioterapi di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru pun rusak. Jadi aku pilih radioterapi di RSUP Dr. Kariadi.

Tanggal 16 Maret 2016 aku datang untuk membuat perjanjian program radiasi di RSUP Dr. Kariadi. Sesuai rekomendasi Dr. Subianto, aku konsul ke Dr. Cristina Hari Nawangsih (Dr. Nawang) dan didapat jadwal kontrol, simulator dan tindakan radiasi. Dr. Bianto menyarankan aku mendapat terapi radiasi sebanyak 25 kali, tetapi Dr. Nawang menyarankan untuk radiasi sebanyak 30 kali. 25 kali sinar normal ditambah 5 kali sinar booster. Aku sih manut aja sama dokter, disuruh apa aja ya aku mau, yang penting sehaatt... Dan tepat 1 bulan pasca kemo aku menjalani radioterapi.

Radioterapi dilakukan 30 kali, setiap hari senin-jumat. Jadi total waktu yang diperlukan untuk radioterapi kurang lebih 6 minggu. Otomatis dong aku harus stay di Semarang, jadi sebelum hari-H radioterapi, aku udah cari-cari kost, survey jarak tempuh kost ke gedung radioterapi, dan tanya-tanya pengalaman senior-senior yang sudah pernah menjalani radioterapi. Alhamdulillah pimpinan dan teman-teman di kantor sangat mendukung aku untuk menjalani terapi, aku diberi cuti (alasan penting) selama 2 bulan. Waktu yang cukup untuk menjalani radioterapi dan pemulihan pasca radiasi.

Aku jadi anak kost.. sementara ngga ketemu anak, suami, keluarga dan teman-teman di Pekanbaru. Sebenarnya berat,, tapi demi kesembuhan aku harus menahan kangen. Lebih baik ngga ketemu dengan orang tersayang selama 6 minggu, insyaAllah untuk bisa ketemu mereka puluhan tahun yang akan datang. Aku kost di Jl. Yogya. Ngga jauh kok dari RSUP Dr. Kariadi. Jalan kaki dari kost ke gedung radioterapi paling cuma 15-20 menit.

Persiapan sebelum sinar:
  1. Dr. Nawang membaca semua data rekam medis dan semua hasil test (lab. PA, tumor marker, rontgent torax dan USB abdomen).
  2. Tindakan simulator (alat radiasi di setel sudut & jaraknya, lalu dada kanan yang akan disinar digambar dengan spidol)

Selama radioterapi, bagian kulit yang disinar tidak boleh terkena air.kata dokter dan operator di ruangan sinar, kulit yang terkena sinar akan melepuh jika terkena air. Dan emang bener sih, pernah ngga sengaja tetesan air saat aku sikat gigi kena dibagian kulit yang disinar. Ngga lama kemudian, kulitnya jadi mbelembung persis seperti luka bakar. Tapi alhamdulillah ngga lama, kempes dan sembuh sendiri.

Radioterapi itu diapain sih? Gimana rasanya, panas ngga? Berapa menit disinarnya? Banyak yang tanyain pertanyaan itu ke aku. Radioterapi untuk kanker payudara tuh cuma tiduran di bed khusus, tangan dibagian payudara yang dioperasi diangkat keatas kepala, alat sinarnya di setel untuk menyinari bagian tubuh yang harus disinar, dan ngga ada rasa panas sama sekali. Alatnya cuma nyala 2 menit (1 menit sinar dari sisi kanan, 1 menit sinar dari sisi kiri). Canggih bener deh alatnya..!!
Kartu kunjungan radioterapi:

Ini loh alat radioterapi yang super canggih itu..!
 Selfi di ruangan radiasi..:)

Banyak pasien kanker yang menolak melakukan radioterapi, ada yang beralasan masalah waktu (repot harus bolak-balik RS tiap hari selama 6 minggu, apalagi kalo RS didaerah tempat tinggalnya ngga ada instalasi radioterapi, otomatis harus cari kost atau sewa rumah) ada juga yang merasa radioterapi itu hanya diperlukan untuk pasien kanker yang stadiumnya tinggi. Padahal radioterapi penting sekali untuk penyembuhan kanker. Radiasi dari radio aktif bisa membakar & membunuh sel kanker, ini sangat efektif untuk mencegah kekambuhan kanker.

Efek samping radioterapi yang aku alami tidak begitu berarti, aku masih enak makan, masih bisa beraktifitas normal (kecuali mandi yaa..). efek yang aku rasakan: kulit dibagian dada yang disinar kering dan kemerahan. Dada kanan terasa kaku, seperti ditarik dari dalam. Mandi jadi lebih lama, karena dada kanan sama sekali ngga boleh kena air, jadi bagian leher, bahu dan dada kiri Cuma dilap pake sapu tangan aja. Dibandingkan sama kemo, efek samping radioterapi jauh lebih ringan. Tapi ada juga pasien radioterapi merasakan efek samping: badan pegel, mudah lelah, susah menelan makanan, tenggorokan rasa terbakar, susah BAB, sakit dibagian perut, ya beda-beda sih efek samping yang dirasakan, tergantung daya tahan tubuh masing-masing pasien.

Sabtu, 27 Agustus 2016

K E M O T E R A P I

Tanggal 5 Maret 2016, empat hari pasca operasi mastektomi, dr. Subianto mengijinkan Aku keluar dari RS. Rasanya senang bukan main, walaupun pulang masih harus membawa tabung penyerap darah (drain) pasca operasi. Tanggal 7 Maret 2016 jadwalku kontrol untuk ganti perban dan lepas drain. Luka jahitan di periksa dan Alhamdulillah ngga ada masalah, darah pasca operasi juga sudah kering, ngga ada lagi yg terserap di drain, dan drain bisa dilepas. Aku & suami menanyakan apa langkah pengobatan selanjutnya, sebagai pasien dengan semangat & rasa optimis yang tinggi, aku ngga sabar untuk menunggu tindakan terapi berikutnya. Apapun terapinya, aku harus siap, demi kesembuhan.

Ini penampakan drain (tabung penyerap darah pasca operasi):


Dr. Menjelaskan hasil PA yang aku bawa dari laboratorium, kesimpulannya: ukuran tumor 6 x 4 x 2 cm (lumayan gede yaa!!), Invasive carcinoma of no special type, grade II dengan lymphovascular invasi, dasar sayatan bebas tumor, kelenjar getah bening bebas tumor, ER (-), PR (-), HER 2 (-) dan Ki-67 (+) >14%. Dari data-data ini, dokter menyarankan aku untuk kemoterapi 6 x.
Jujur, muncul rasa takut mendengar kata kemoterapi. Membayangkan pasien-pasien kanker yang dikemo merintih kesakitan seperti di sinetron-sinetron, badan jadi kurus kering, kulit kering dan gosong, rambut rontok, dll. Tapiii,,, tetep yah suamiku meyakinkan aku untuk tetap optimis & berfikir kemo itu bukanlah suatu hal yang menakutkan, kemo itu obat yang bisa menyembuhkan aku. Aku harus semangat dan kuat, demi suami, anak-anak dan orang-orang yang aku sayangi.

“Kapan mulai kemonya dokter? Kalau bisa secepatnya yah dok, sebelum Saya pulang ke Pekanbaru” pertanyaanku ke dr. Subianto.
“Urus saja dulu BPJSnya bu, kalau urusan BPJS sdh selesai, segera kita tentukan jadwalnya” jawaban dari dr. Subianto.
Aku & suami masih beranggapan urusan BPJS itu ribet, lama, repot mesti nyiapin dokumen-dokumen. Secara datang ke Semarang ngga bawa dokumen-dokumen seperti Kartu Keluarga dll.
“Saya kemo dengan biaya pribadi aja dok, ribet urusan BPJS, Kartu Keluarga Saya di Pekanbaru, repot harus bolak-balik Pekanbaru.” Kirain biaya kemo masih di range 3jt-6jt. Pede aja ngomong mau bayar kemo secara pribadi ke dr. Subianto.
“Jangan Bu, kalau kemo bayar pribadi, bisa-bisa njenengan jual rumah. Kanker ini sakit mahal, jadi gunakan kemudahan pembayaran dari BPJS”. Dr. Subianto bener-bener perhatian dengan pasiennya, beliau malah manggil mbak suster untuk menanyakan prosedur BPJS dan menjelaskannya kepada aku dan suami.

Aku dan suami ke kantor BPJS Semarang, untuk urus pindah faskes. Ternyata ngga ribet, dan selesai dalam waktu 15 menit. Puskesmas Pandanaran ditetapkan menjadi faskes tingkat pertamaku. Aku ke Puskesmas Pandanaran untuk minta surat rujukan ke RS Telogorejo. Hari yang sama aku daftar untuk konsul ke dr. Subianto menggunakan fasillitas BPJS. Dan hebatnya lagi, pasien yang bayar secara pribadi maupun BPJS di RS Telogorejo diperlakukan sama. Yang membedakan Cuma antriannya aja. Keren banget deh RS ini..

Sebelum kemo, aku harus echo jantung ke dokter spesialis jantung. Dr. Subianto menyiapkan surat pengantar ke poli jantung. Esoknya aku ke poli jantung untuk echo jantung, dan alhamdulillah hasilnya baik. Tanggal 14 Maret 2016 aku menjalani kemo pertama.

Aku masuk ke ruang sitostastik untuk kemo pertama, disambut dengan ramah oleh perawat-perawatnya. Karena datangnya siang, bed pasien udah penuh, jadi aku kebagian kemo di kursi. Ternyata kemo itu Cuma di infus,, ada beberapa tabung obat yang secara bergantian dipasangkan ke selang infus. Selama di kemo, aku bisa makan, minum, nonton TV, baca buku, dan ke kamar mandi sendiri. Setelah 5 jam obat habis masuk ke pembuluh darah, aku diperbolehkan pulang. Pulang dari RS, aku dan suami malah bisa mampir makan dulu ke sebuah restourant, badan terasa masih normal dan fit.

Ini suasana di ruangan kemo:



H + 1 kemo, badan juga masih terasa normal dan fit. Aku dan suami malah bisa karaokean 2 jam di Happy Puppy. Makan & minum masih seperti biasa, masih bisa ngobrol dan ketawa-ketawa sama mertua.
H + 2 kemo, aku & suami pulang ke Pekanbaru. Tapi setelah selesai sarapan, rasanya perut agak mual, akhirnya aku muntah. Dan selanjutnya muntah berkali-kali. Sampai di bandara, aku paksain makan supaya perut ngga kosong, tapi tetep muntah. Penerbangan Semarang – Jakarta aku Cuma tidur di pesawat dengan perut kosong.
Penerbanganku dari Semarang ke Pekanbaru saat itu multi maskapai. Di Jakarta aku harus pindah terminal dari Terminal III ke Terminal IB. Kami menumpang shuttle bus bandara. berhubung saat itu macet, lama perjalanan kami dari Terminal III ke Terminal IB jadi 1,5 jam. Duuhh,, badan udah bener-bener lemes, lutut gemetar dan kepalaku pusing.
Sampai di Terminal IB, aku udah ngga kuat jalan, akhirnya duduk manis di troli barang dan didorong suami ke counter check-in. Suamiku minta bantuan petugas maskapai untuk meminjamkan kursi roda karena aku bener-bener lemes dan ngga kuat jalan. Di ruang tunggu, aku tetep paksain makan roti biar perut ngga kosong, tapi tetep dimuntahin. Pengumuman delay dari petugas membuat aku makin mual & lemes. Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang lama (total perjalanan 10 jam), aku sampai juga di rumah. Anak-anak yang tadinya udah tidur, jadi bangun mendengar aku pulang, mama juga udah menyiapkan sop ikan hangat untukku. Aaahhhh, bahagianya sudah sampai dirumah.

Selama kemo, efeknya yang aku rasain mual & muntah, badan lemes. Tapi ngga lama-lama kok, paling lama juga 5 hari. Rambut juga rontok sejak kemo ke-2. Rontoknya ngga 1/2 helai, tapi baannnyyaaakkk banget.. Daripada rambut rontok berceceran dimana-mana, akhirnya aku minta bantuan mama untuk potong abis rambutku (gundul). Setelah digundul, aku jadi merasa menang, aku ngga nyesel rambutku habis, karena bukan karena aku sakit aku jadi gundul, tapi karena keinginanku sendiri aku jadi gundul. Suami tercinta juga ngga mempermassalahkan aku gundul. Katanya, dengan kepala gundulku aku terlihat seksi.. Hehehehe. Yang rontok bukan cuma rambut di kepala aja loh, alis, bulu mata dan bulu-bulu yang lain juga ikutan rontok.

Ini penampakan si gundul seksi:


Si gundul seksi pasca 6 kali kemo, muluuusss tanpa rambut dan bulu-buluan:

Selanjutnya hari demi hari aku lalui, mulai dari kemo pertama, sampai dengan kemo ke-6. Selama menjalani kemo, aku masih tetep masuk kerja. Ijinnya ya saat kemo & 4 hari pasca kemo untuk istirahat karena mual, muntah dan lemes. Walaupun berat, tapi Alhamdulillah aku bisa melaluinya. Aku dapat kekuatan untuk melalui semua ini karena dukungan dan kasih sayang dari keluarga, terutama suami, teman-teman dan lingkungan tempat tinggalku.


Diwaktu kita dapat ujian sakit, saat itulah kita benar-benar merasakan kehangatan, cinta dan kasih sayang dari orang-orang terdekat kita. Terimakasih suamiku, mama & papa, ibu & bapak mertua, adik & kakak, seluruh keluarga besar, teman dan tetangga yang telah memberikan perhatian dan semangat untukku hingga bisa melalui semua ini..

Kamis, 11 Agustus 2016

O P E R A S I

Dari Jakarta, aku dan suami berangkat menuju Semarang. Senin tanggal 29 Februari 2016 aku konsul dengan dr. Subianto, S.Pb. Onk di RS. Telogorejo Semarang. Beliau salah satu dokter onkologi senior di Jawa Tengah dan juga sebagai pengajar di Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang. Bahkan dr. Deni Joko, S.Pb. Onk di Dharmais ternyata salah satu murid beliau.

Aku ceritakan tentang benjolan di payudara, vonis dari dokter onkologi di Pekanbaru, hasil konsul di Dharmais dan alasan kenapa bisa jauh-jauh sampai ke Semarang. Tanggapan dari beliau sangat luar biasa, “Bu, Njenengan masih muda banget, siap kan untuk operasi? Saya janji akan usahakan yang terbaik untuk kesembuhan njenengan, Saya ini Cuma orang yang diberi nikmat oleh Allah ilmu & tenaga, tetapi yang menentukan segalanya tetap Allah ya Bu. InsyaAllah kalau njenengan siap, hari rabu tanggal 2 Maret 2016 kita lakukan operasi’. Aku ngga bisa menahan tangis saat itu. Aku pegang tangan suami, minta kekuatan. Suamiku meyakinkan aku untuk siap.

Dr. Subianto yang duduk didepan kami langsung pegang pundak suamiku sambil ngomong gini: “Pak, sampeyan cinta toh sama istri?” “Saya sangat cinta sama istri Saya dok” jawab suamiku mantap. “Bapak tau apa perasaan seorang perempuan saat akan kehilangan payudaranya? Itu sama saja rasanya seperti kehilangan suami Pak”. Aku makin nangis sesegukan. “Ini demi kesehatan Ibu, demi anak-anak yang menunggu ayah bundanya pulang. Cinta njenengan sama istri dari hati toh? Ngga akan berkurang karena payudaranya diangkat toh Pak?” luar biasa kata-kata dari dr. Subianto. Untuk pasien kanker, kesembuhan itu ngga hanya didapat dari tindakan & obat-obatan, tapi senyum dan support dari dokter yang merawat adalah suplemen yang menguatkan dan membesarkan hati. Rasanya aku makin siap untuk operasi.

Selasa tanggal 1 Maret aku mulai rawat inap. RS Telogorejo tergolong RS Swasta terbaik di Jawa Tengah, untuk nunggu kamar rawat inap kelas I, II dan III kosong minta ampun susahnya,, penuh terus.. Akhirnya kita dapat kamar VIP B, aku sih pengennya di rawat di kelas II aja, ya pertimbangan biaya juga sih karena kita operasi ngga pake bantuan BPJS alias bayar pribadi. Tapi suamiku ngga mikirin itu, yang dipikirkannya gimana caranya aku segera operasi dan sembuh. Uang mah bisa dicari lagi. Yang penting sehaatt..

Persiapan operasi dimulai, rontgen torax, EKG, tes darah lengkap, konsul dengan dokter penyakit dalam, konsul dengan dokter anastesi, puasa 6 jam sebelum operasi. Deh-degan banget rasanya, ini adalah operasi pertamaku. Selama ini aku dirawat di RS ya Cuma pas lahiran aja. Selama ini ngga pernah ngerasain sakit berat, paling Cuma demam, batuk, pilek, diare doang.
Jam 19.00 suster masuk ke kamar, “Bu Novia, sudah ada panggilan dari ruang OK, jam 20.00 operasinya dimulai, silakan Ibu ke kamar mandi dulu, sholat dan lakukan persiapan lain ya bu. Ini baju dan penutup kepalanya, kalau sudah siap, kita pasang infus ya Bu.” Jam 19.30 aku didorong ke ruang OK. Bismillah, semoga operasinya lancar.. Didepan pintu ruang OK, suamiku kembali menguatkan. “Bunda, Ayah sayang Bunda. Bunda harus kuat ya, harus sehat dan harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Apapun yang terjadi, Ayah ngga akan pernah ninggalin Bunda. I Love U”.




Masuk ke ruang OK no 10, disana udah ada beberapa suster, aku pindah dari bed ke meja operasi. Dokter anastesi sudah menunggu. “Malam Ibu, sebentar lagi kita lakukan anatesi ya, bisa sebutkan nama & tanggal lahirnya?” aku masih sadar dan menjawab dengan tepat. “Ibu asalnya dari mana?” aku jawab: “Saya dari Pekanbaru dok, Riau”. Setelah obrolan singkat itu, aku ngga sadar lagi dan operasi dimulai.

Suamiku duduk sendirian diruang tunggu. Kamu luar biasa sayang, dalam keadaan seperti ini ngga ada siapa pun yang menemani, ngga ada yang bisa diajak berbagi. 20 menit setelah aku masuk ruang operasi dokter keluar untuk menemui suamiku. Ini obrolan yang diceritain suamiku: “Pak, ini tumornya Ibu sudah diangkat. Sudah ditest sama dokter patologi, hasilnya ganas”. Suamiku istigfar, lututnya lemas. “trus bagaimana baiknya dok? Tolong selamatkan dan sembuhkan istri Saya” dr. Subianto menjawab: “tindakan terbaik harus mastektomi Pak, Saya akan mengangkat beberapa kelenjar getah bening terdekat untuk memastikan sel kanker tidak menjalar ke getah bening, semua jaringan payudara kanan Ibu akan diangkat untuk memastikan semua sel tumor diangkat bersih dari tubuh Ibu. Bagaimana, Bapak setuju?” Suami sempat berkaca-kaca matanya waktu ceritain ini. Mungkin sangat berat mengambil keputusan ini, pertimbangannya antara kesehatan dan dampak psikologis aku waktu sadar payudara kananku udah ngga ada. “Bismillah, lakukan yang terbaik dok, Saya mau istri Saya sembuh”. Dr. Subianto menepuk pundak suamiku sambil menguatkan. “InsyaAllah Pak, kita sama-sama ikhtiar”.

Ini foto tumor yang sempat diambil suami:


“Bu Novia, ayo bangun. Sudah selesai Bu, kita akan pindah ke kamar”. Suster menyadarkan aku, operasi sudah selesai. “Sus, ini jam berapa? Saya haus dan lapar..” “jam 00.10 Bu, nanti diruangan Ibu boleh makan, teh hangat dan makanan sudah disiapkan”.
Pandangan aku tujukan ke dada kanan. Ya Allah, payudara kanan ku sudah tidak ada. Sekarang aku Cuma punya 1 payudara. Tumor di payudara kananku ganas. Astagfirullah..
Diluar ruang OK suamiku sudah menunggu dan tersenyum, “Bunda sayang, alhamdulillah operasinya lancar, sekarang tinggal recovery, bunda harus semangat ya..” Aku masih nangis, campur aduk rasanya, sedih, merasa diri ngga sempurna, malu dihadapan suami, takut.. Tapi suamiku tetap senyum sambil megangin tanganku, “Ayah sayang bunda, sehat terus ya sayang”.

Aahhh suamiku, aku ngga berhenti bersyukur Allah mengirimkan kamu untuk jadi pendampingku. Dari 5 Tahun usia pernikahan, ini adalah ujian terberat kita, semoga kita tetap bisa melalui ujian-ujian lainnya bersama. I Love U..

Ini foto 8 jam pasca operasi, udah bisa senyum..:-)



Biar ngga bete, suami ngajakin jalan di roof garden. Lop Yu Pull Darl..




Ini hasil Lab. PA:




Berkenalan (Lebih Dekat ) Dengan Kanker

Tanggal 22 Februari 2016 adalah salah satu tanggal bersejarah dalam hidupku, ya hari ini aku divonis menjadi “Pasien Kanker Payudara”. Sepulang dari Rumah Sakit, aku jemput Syifa dari sekolahnya, air mataku masih tidak bisa terbendung, tangisku pecah sejadi-jadinya, aku ngga bisa turun untuk menjemput Syifa di sekolahnya, Adekku Luthfi yang turun dan menjemput Syifa.

Syifa masuk mobil, lalu menyapaku “Bundaaa... Kakak udah pulang sekolah Bun”
Kuhapus air mata, aku ngga mau Syifa bertanya. Aku coba tersenyum sambil ngobrol tentang kegiatannya disekolah hari ini. “Bun, kita main dulu yuk, liat pesawat bun” anakku yang belum tau apa-apa minta ditemani main diarea bandara yang ada monumen pesawatnya. Aahhhh... baiklah, mungkin ini dapat sedikit menghiburku dan sejenak melupakan vonis dari dokter tadi.

Suamiku telfon, tapi aku ngga bisa jawab, aku ngga bisa bercerita di telfon tentang vonis dari dokter tadi, Luthfi yang jawab telfonnya. Eksposnya sudah selesai, dan kami akan bertemu dirumah.

Dirumah, suamiku menyambutku dengan senyum, tapi aku ngga bisa sembunyikan tangisku. Tangisku pecah dalam pelukannya. Suamiku berusaha menenangkan, aku mulai bercerita apa yang tadi disampaikan dokter. Walau wajahnya terlihat tenang, tapi aku tahu dia juga mengkhawatirkanku. Aku tahu, dalam pikirannya pun berkecamuk macam tanya, takut, khawatir, sedih..

“Besok istirahat aja dirumah bun, ngga usah masuk kerja dulu, main aja sama Haikal, besok pagi ayah ke kantor bunda untuk sampaikan surat izin. Hari selasa kita berangkat ke Jakarta, kita ke Dharmais untuk dapat second opinion dan penanganan lebih baik”. Suamiku benar-benar mengkhawatirkan keadaanku, aahh beruntungnya aku dapat suami sebaik dia.

24 Februari 2016, aku dan suami berangkat ke Jakarta. Anak-anak aku titipkan kepada orangtuaku. Sebelum berangkat ke bandara, aku sempatkan mengantar Syifa ke Sekolah, aku pamit akan berangkat ke Jakarta untuk berobat, anak umur 3,5 tahun belum ngerti Jakarta itu dimana, belum mengerti kalau bundanya divonis penyakit yang mematikan. Ya, dia tersenyum sambil jalan masuk ke halaman sekolahnya. Akunya yang ngga kuat pisah, terbayang macam-macam, terbayang aku ngga akan bisa ketemu lagi dengan anak-anakku, terbayang aku ngga akan bisa pulang kembali lagi ke Pekanbaru, terbayang anak-anakku yang masih balita akan kehilangan bundanya..

Aku dan suami sampai di Jakarta, kami menginap di Hotel yang ngga jauh dari Dharmais, tinggal jalan kaki 5 menit udah sampai di Dharmais.
Kamis tanggal 25 Februari aku datang ke Poli Cendana Dharmais, atas saran dari petugas pendaftaran, aku memilih untuk konsul dengan dr. Deni Joko, Sp.B Onk.
Disini mentalku menjadi kuat, banyak pasien kanker yang aku temui, mulai dari yang berumur 60 sampai anak-anak balita. Dari yang kuat, senyam-senyum sambil semangat menceritakan perjalanan kankernya, sampai yang kurus tinggal kulit pembalut tulang. 70% orang yang berada diruang tunggu poli perempuan dengan berbagai macam cerita kankernya. Ada yang kanker tiroid, getah bening, dan yang paling banyak ya kanker payudara. Ada yang survive selama 15 tahun, ada juga yang kankernya sudah metastase kemana-mana, tapi,,, mereka tetap semangat, tetap ceria.

Dr, Deni periksa keadaan payudaraku, aku bercerita bla bla bla mulai dari awal aku menemukan benjolan di payudara kananku. Penjelasan dari dr. Deni sangat menenangkan, penjelasan tentang proses operasi yang akan dijalani, kemungkinan terburuk, sampai tindakan terapi pasca operasi dijelaskan dengan tenang, Alhamdulillah,, stressku jadi berkurang. Kalo untuk pengobatan penyakit kelas berat seperti kanker, kita mesti cari dokter yang ramah, ngga bikin stress. Yang bikin stress itu Cuma efek samping obat penghenti asi yang diresepkan dr. Deni. Aahhh,,, badan ngga karuan rasanya, mual, muntah, pusing, hampir pingsan. Beruntung punya suami yang badannya gede, jadi waktu aku mau pingsan aku dipeluk dan dipapah ke hotel.

Waiting list operasi 2 bulan, emang pasien kanker yang berobat di Dharmais banyyaaakkk sekali, aku ngga sabar kalo harus menunggu 2 bulan, dalam waktu 6 bulan aja tumornya udh gede banget, gimana kalo ditambah 2 bulan. Apalagi udh dibiopsi, si tumornya bisa aja makin ngamuk.


Aku telfon mertua yang ada di Tegal, minta pertimbangan dan saran kalau ada RS dan dokter onkologi di Semarang yang recomended untuk operasi. Oia, mertua sendiri lagi siap-siap untuk berangkat umroh, jadi selama di Semarang nanti, ngga ada yang akan menemani kami. Aku pengen secepatnya operasi, pengen penyakitku segera diangkat, pengen cepat sembuh..

Minggu, 13 Maret 2016

Berkenalan dengan Kanker

Semuanya terjadi begitu saja, sama sekali tak terduga.
Sejak Haikal (anak ke-2 ku) lahir, aku bertekat utk menyusuinya sampai 2 thn.

Bulan pertama menyusui, dilewati dgn suka duka, puting lecet, leher sakit, kepala kunang kunang krn kurang tidur sampai mata panda. Semua ibu2 menyusui pasti ngalami ini deh..:)

Bulan kedua, asi udh mulai lancar jaya, posisi menyusui udh lebih nyaman.

Bulan ketiga, tidur mulai teratur krn Haikal udh aku biasain tidur dlm keadaan lampu kamar mati, jd lebih mudah membedakan siang & malam.

Bulan ke empat, produksi asi makin lancar jaya, tapi kok di payudara kanan ada benjolan ya? Tepatnya dibagian tengah dada, pas dibawah dagu.
Bingung dgn kemuculan di benjolan, tapi masih berpikiran positif aja, paling ini cuma asi yang mampet.

Bulan ke lima, kebetulan jadwal imunisasi Haikal, sekalian deh konsul ke dokter laktasi, "kok di payudara kanan saya ada benjolan ya dok?" Jawaban dari dokternya saat ini sangat melegakan: "gpp bu, ini namanya galaktosil, ibu2 menyusui biasa mengalami ini, nanti jg hilang sendiri, dikompres aja bu, sambil dipijat ya.."

Bulan ke enam sampai bulan ke sepuluh, benjolan itu malah semakin besar, konsul lagi ke dokter laktasi, dokternya sendiri bingung.. "Bu, kok galaktosilnya ngga ilang? Biasanya galaktosil itu ngga sampai berbulan2..
Ibu mau di USG? Kita lihat ya apa di dalam benjolannya.."

"Ok dok, saya mau di USG.."
Akhirnya aku di USG, terlihat ada gumpalan massa besar, yg didalamnya ada cairan. "Bu, kemungkinan cairan ini asi yang terperangkap, tapi utk lebih jelasnya ibu konsul ke dokter onkologi ya..", itu kata dokternya..

Tgl 17 Februari 2016, aku & suami konsul ke dokter onkologi di salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru. Dokter onkologi menyarankan USG ulang & biopsi jarum.
Aku ikuti semuanya, usg mammae hasilnya sama, didapati massa padat ukuran 4,7 cm x 6,1 cm yang berisi cairan. Diagnosa dr sonografer kista galactocele. Aku lega,, berharap ini cm problem ibu2 menyusui biasa.
Selanjutnya aku & suami ke lab patologi anatomi utk biopsi jarum. Dokternya perempuan, aku jd lebih nyaman bercerita asal muasal benjolan dipayudara kananku.
Jarum pertama masuk, terdapat cairan merah encer sebanyak 10cc.
Jarum kedua masuk, masih terdapat cairan merah encer sebanyak 5cc.
Lalu jarum ketiga masuk, terdapat massa padat berwarna merah seperti daging bertekstur seperti pasir basah.
Aku & suami bingung, kalau memang galaktosil, kenapa bukan cairan asi yang didapat?
Ah, sudahlah aku ngga ambil pusing..
Toh aku masih sehat2 aja, masih fit, asi jg masih lancar & Haikal masih ttp mau minum asi dari payudara kanan.

Hasil lab PA bs diambil tanggal 20, tapi berhubung tanggal 20 ada kondangan, aku baru ambil hasil lab tanggal 22, sekalian konsul ke dokter onkologi.
Jadwal konsul dengan dokter jam 3 sore.
Sebelum ke poli onkologi, aku mampir dulu ke lab PA untuk ambil hasil tes.
Deg degan rasanya melihat amplop hasil tes yang tertutup rapat, pengen buka, tapi kok ga pede, udah lah biar dokter aja yang buka hasil tesnya. Bismillah.. Setelah menunggu 1 jam akhirnya pak dokter datang, namaku dipanggil perawat, aku makin deg degan, apalagi saat itu aku sendirian, krn suami lagi ada jadwal ekspos yang ngga bisa di cancel.

Aku serahkan hasil tes ke dokter, sambil terus berdoa semoga hasilnya baik..
Dokter membaca hasil tes, dan langsung berkata "dicurigai ganas bu, udah diangkat aja payudara kanannya" wajahnya datar, dingin, tanpa basa basi, tanpa empati.. Glek,, berasa disambar petir denger kata2 dari dokter itu.. Air mataku langsung menetes tak terbendung, aku ambil lembaran hasil tes lab PA, secara mikroskopis: "tidak ditemukan sel tumor ganas" tapi dikesimpulan ada kata-kata "terdapat sel atipik dicurigai ganas".
Apa artinya ini.. Antara penjelasan mikroskopik & kesimpulan seperti ada pertentangan.
Si dokter masih aja mencecarku dengan sarannya untuk mastektomi. Aku ngga bisa berfikir saat itu, aku sempat berdebat dengan dokternya, "saya ini ibu menyusui dok, 2 anak saya, saya susui semua, saat ini pun saya masih menyusui anak ke-2 saya, bukankah resiko kanker payudara pada ibu menyusui kecil dok?"
"Ya, memang kecil bu, tapi tidak menutup kemungkinan". Allahuakbar.. dunia serasa runtuh seketika.. Si dokter masih bertanya lagi "kapan ibu siap untuk operasi? Segera saja ditetapkan waktunya".
Ya Allah,, itu wajah pak dokternya dingin bangeett,, ngga mikirin gimana perasaanku..
Aku keluar poli sambil nangis, bayar kekasir lalu pulang masih dalam keadaan masih menangis..

"Ya Allah,, ampunilah dosaku, kuatkan aku, ajariku untuk ikhlas ya Allah.."